Menu

Mode Gelap
Berganti Nama, BPR Tuah Karimun Siap Melayani UMKM yang Ingin Modal 309 Santri se Kecamatan Meral Diwisuda, Bupati : Semoga Menjadi Anak yang Sholeh Baru Buka, 757 Coffee Shop Adakan Diskon dan Nobar Pengurus APDESI Kab Karimun Dikukuhkan, H. Muklis Jabat Ketua Dilepas Gub Ansar, Jalan Santai HUT PGRI ke 78 Bertabur Hadiah

Bangka Belitung · 3 Mar 2025 22:18 WIB

Tambang Timah Ilegal Merajalela di Bangka Belitung, Ancam Ekosistem Satwa Endemik


 Tambang Timah Ilegal Merajalela di Bangka Belitung, Ancam Ekosistem Satwa Endemik Perbesar

 

BETANJAK.COM, BANGKA BELITUNG — Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terkenal sebagai produsen timah terbesar di Indonesia, kini sedang menghadapi tantangan kerusakan lingkungan yang serius akibat maraknya tambang timah ilegal.

Tambang timah ilegal tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga mengancam keberlangsungan hidup satwa endemik dan memicu terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar, khususnya buaya.

Tambang timah ilegal sering kali beroperasi tanpa memperhatikan aspek keberlanjutan. Penebangan hutan, pengerukan sungai, menyebabkan degradasi habitat alami satwa liar.

Hutan mangrove dan kawasan pesisir yang menjadi tempat hidup dan berkembang biak bagi buaya muara semakin menyusut, memaksa satwa ini keluar mencari habitat baru yang sering kali berujung pada interaksi dengan manusia.

Konflik antar buaya dan manusia yang terjadi di Bangka Belitung bahkan merenggut korban, belasan kasus tercatat pada tahun 2024 lalu.

Selain buaya, spesies lain seperti tarsius juga terdampak. Hilangnya tutupan vegetasi mengurangi sumber makanan dan tempat berlindung, mengganggu rantai makanan dan merusak keseimbangan ekosistem yang sudah terbentuk secara alami.

Manager PPS Alobi Air Jangkang Endy R. Yusuf mengatakan, Ekosistem satwa terganggu karena masifnya aktivitas tambang timah ilegal, tak heran jika hewan-hewan endemik Babel terganggu dan terpaksa mencari habitat baru yang kadang bersamaan dengan lokasi aktivitas manusia.

Perubahan ini menciptakan ancaman keselamatan bagi masyarakat sekaligus menempatkan buaya dalam risiko pembunuhan akibat tindakan defensif warga.

“Ekosistem yang terganggu akibat tambang ilegal menyebabkan satwa-satwa ini mencari habitat baru. Habitat baru inilah yang kadang bersinggungan dengan tempat manusia, sering orang bilang dulu di situ enggak ada buaya tapi sekarang ada buaya. Ini karena habitatnya terganggu,” kata Endy.

Konflik ini menjadi bukti nyata bahwa rusaknya habitat alami mendorong satwa liar semakin dekat dengan manusia. Endy menceritakan mereka kerap kali merescue buaya yang ditangkap warga untuk dibawa ke PPS Alobi Air Jangkang. Hanya saja belum ada jalan keluar atas persoalan ini, mereka juga terbatas tempat untuk menampung para buaya. Padahal buaya merupakan salah satu satwa yang dilindungi.

Menurut Endy, Bangka Belitung memang masih membutuhkan sektor pertambangan untuk menggerakkan ekonomi masyarakat, tapi pertambangan harus dilakukan dengan menggunakan prinsip good mining practice (GMP), melakukan pemulihan lahan, mereklamasi lahan bekas tambang.

“Pertambangan harus dilakukan dengan berwawasan lingkungan, menerapkan prinsip good mining practice, melakukan konservasi dan juga menjalankan fungsi reklamasi sehingga ekosistem bisa tetap terjaga,” katanya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, perusahaan tambang, dan masyarakat. Penegakan hukum terhadap tambang ilegal harus diperketat, disertai dengan program rehabilitasi lahan dan restorasi ekosistem sungai.

“Upaya konservasi satwa liar juga perlu ditingkatkan, misalnya dengan mendirikan kawasan konservasi baru dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam,” ucapnya.

Perusahaan pertambangan yang legal, seperti PT Timah, kata dia dapat menjadi contoh dalam menerapkan praktik tambang berkelanjutan dan berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Keterlibatan aktif perusahaan dalam program penanaman kembali, penyelamatan satwa, dan edukasi lingkungan akan menjadi langkah penting untuk memperbaiki ekosistem yang sudah rusak.

Lebih lanjut, Endy menyampaikan ekosistem lingkungan yang terjaga adalah fondasi keberlanjutan bagi masyarakat dan satwa liar Bangka Belitung.

“Memulihkan ekosistem yang rusak memang membutuhkan waktu dan usaha besar, tetapi dengan kolaborasi yang kuat, alam bisa kembali seimbang. Menghentikan tambang ilegal dan memprioritaskan konservasi bukan hanya tentang melindungi satwa, tetapi juga memastikan generasi mendatang dapat hidup berdampingan dengan kekayaan alam yang menjadi identitas Bangka Belitung,” tutup Endy. (*)

 

Artikel ini telah dibaca 4 kali

badge-check

Redaksi

Baca Lainnya

Jaga Ekosistem Pantai Batu Bedaun Bangka Belitung, PT Timah Kolaborasi dengan Karang Taruna Desa Rajik Tanam Ribuan Mangrove

30 Juli 2025 - 10:57 WIB

Warga Belinyu Antusias Ikuti Bulan Bakti HUT ke-49 PT Timah, Ada Khitanan Massal, Donor Darah Hingga Pemeriksaan Kesehatan Gratis

29 Juli 2025 - 19:19 WIB

‎Cegah Stunting di Sungai Selan, PT Timah Tingkatkan Kapasitas  Kader Kesehatan Melalui Program Pelatihan

29 Juli 2025 - 16:53 WIB

Jaga Lingkungan dan Tingkatkan Ekonomi Warga, PT Timah Latih Ibu-ibu  Sungailiat Olah Sampah Jadi Kompos Bernilai Ekonomis

29 Juli 2025 - 10:32 WIB

‎HUT ke-49 PT Timah: Kulop dan Heni Terima Kado Istimewa dari PT Timah dalam Pekan Sehat di Pulau Belitung

28 Juli 2025 - 16:59 WIB

Dorong Ekonomi Pesisir dan Lestarikan Laut, PT Timah Buat Atraktor Cumi Bersama Warga Belinyu

28 Juli 2025 - 09:44 WIB

Trending di Bangka Belitung